Senin, 21 September 2015

Jadi Teladan (1)

Mana yang lebih mudah, ikut-ikutan teman atau menjadi teladan yang baik buat mereka? Pada kenyataannya jauh lebih banyak yang ikut-ikutan ketimbang memberi contoh baik. Alasan pun bisa banyak. Takut kehilangan teman, takut tidak diterima dalam kelompok, ingin terlihat gaul dan sebagainya. Memilih untuk hidup benar seringkali menjadi pilihan terakhir alias kalau memang sangat terpaksa. Bukan karena kesadaran tapi dianggap bagai menelan pil pahit. Selain itu, kita pun terbiasa untuk hanya taat aturan saat ada yang melihat, tapi akan seenaknya melanggar kalau merasa tidak ada yang memperhatikan. Lampu merah ditaati di siang dan sore hari, tapi kalau sudah larut malam maka lampu tidak lagi diindahkan, meski itu sangat beresiko mendatangkan malapetaka. Berbagai penyimpangan kebenaran menjadi hal yang sangat lumrah. Saking lumrahnya sampai-sampai orang yang mencoba hidup benarlah yang terlihat aneh. Maka orang percaya pun menyerah. Bukannya menunjukkan pola hidup yang benar menurut Kerajaan Allah tapi malah menyerah ikut-ikutan prinsip dunia dalam memandang hidup. Di tengah dunia yang semakin penuh gemerlap cahaya tapi semakin gelap secara moral, dimanakah seharusnya orang percaya berdiri? Apakah memang jumlah orang percaya yang benar terlalu sedikit sehingga kita harus terlalu mudah menyerah dan mengikuti cara hidup orang dunia? Pentingkah atau wajibkah kita menjadi teladan, atau memang kita diperbolehkan untuk ikut-ikutan dengan alasan-alasan tertentu?


Pertama-tama mari kita sadari bahwa Kepada kita semua telah disematkan tugas mulia untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia, menjadikan seluruh bangsa sebagai muridNya. (Matius 28:19-20). Kita diminta untuk menjadi saksi Kristus dimanapun kita berada, bahkan sampai ke ujung bumi. (Kisah Para Rasul 1:8). Banyak orang mengira bahwa itu berarti menginjili alias harus menyampaikan ayat lewat kata. Dan alasan tidak pintar bicara, pemalu atau bahkan tidak merasa itu sebagai panggilan pun dikemukakan. Tapi coba pikirkan, bagaimana mungkin kita bisa menjalankan tugas ini hanya dengan menyampaikannya sebatas kata-kata saja? Meski kita terus menyampaikan firman Tuhan sampai berbusa sekalipun tidak akan membawa hasil apabila itu tidak tercermin dari sikap hidup kita. Itu hanyalah akan menjadi bahan tertawaan atau olok-olok dari orang yang disampaikan.
Firman Tuhan pada bagian lain menyatakan bahwa kita dituntut untuk menjadi terang dan garam dunia. (Matius 5:13-16). Perhatikan sifat garam dan lampu. Garam tidak akan bermanfaat kalau tidak dipakai secara langsung dalam masakan dan hanya dibiarkan diam di dalam botol saja. Terang pun demikian. Lampu tidak akan bermanfaat kalau hanya disimpan, tidak dinyalakan atau tidak diletakkan pada posisinya. Semua ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kabar gembira yang kita sampaikan dengan bentuk perbuatan nyata yang harus tercermin lewat sikap hidup kita sendiri. Dengan kata lain, keteladanan lewat sikap dan perbuatan kita merupakan hal yang mutlak untuk kita perhatikan apabila kita ingin menjadi agen-agen Tuhan yang berfungsi benar di dunia ini.
Maka menjadi teladan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Dalam Titus 2 kita bisa membaca serangkaian nasihat yang menggambarkan kewajiban kita, orang tua, pemuda dan hamba dalam kehidupan. Pertama, kita diminta untuk memberitakan apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat. (Titus 2:1). Pria dewasa diminta untuk “hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan.” (ay 2). Sementara wanita dewasa “hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang.” (ay 3-5). Anak-anak muda diminta agar mampu “menguasai diri dalam segala hal”. (ay 6). Semua pesan ini menunjukkan perintah untuk memberikan keteladanan secara nyata tanpa memandang usia, gender maupun latar belakang lainnya. Itulah yang akan mampu membuat ajaran yang sehat bisa diterima oleh orang lain secara baik dan membuahkan perubahan. Seruannya jelas: “dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik.” (ay 7). Jadikan diri kita teladan, menjadi agen-agen Tuhan menyampaikan kebenaran lewat perbuatan-perbuatan baik yang merupakan buah dari keselamatan yang kita terima dalam Kristus.
(bersambung)

Tidak ada komentar: