Epifani & Misionaris Cilik
Gereja merayakan Pesta Penampakan Tuhan atau Epifani. Hari penampakan Tuhan ini merupakan perayaan iman yang dipersembahkan bagi umat manusia di seluruh dunia. Maka fokus dari perayaan ini adalah Kanak-Kanak Yesus yang datang membawa terang bagi seluruh dunia.
Mgr. Charles de Forbian-Janson, Pendiri Serikat Kepausan Anak dan Remaja Misioner menanggapi misteri Kanak-Kanak Yesus ini dengan memperjuangkan secara khusus nasib anak-anak yang tak bersuara atau yang selalu kalah dalam pergumulan hidup di tengah dunia yang makin keras ini. Dia mengajak kita memberi perhatian pada anak-anak bukan sebagai obyek tetapi mengajak mereka sebagai subyek yang oleh cara hidup yang sederhana dan biasa-biasa saja menjadi pewarta kabar sukacita.
Ada dua warisan besar yang ditinggalkan Mgr Charles yakni: pertama, Devosi kepada Kanak-Kanak Yesus; kedua, Doa “Rosario Hidup” untuk misi. Kanak-Kanak Yesus adalah saudara dan sahabat anak-anak, maka anak-anak yang merayakan Natal diajak untuk menolong anak-anak yang lain terutama yang belum mengenal Tuhan. Motto dari undangan bermisi ini adalah “Children Helping Children”. Anak-anak belajar menjadi sahabat Yesus dengan jalan solider satu sama lain; saling membantu dan menolong satu sama lain. Anak-anak diajak menjadi misionaris cilik melalui tindakan konkrit: Doa, Derma, Kurban dan Kesaksian (2D2K).
Dua Tipe / Model Manusia
Kisah injil dalam pesta penampakan ini, mengajak kita untuk merenungkan dua model manusia yang sangat berbeda satu dengan yang lain.
Model pertama, adalah orang-orang Majus dari Timur, terkadang disebut Para Raja dari Timur atau para sarjana, ahli astrologi atau juga ahli perbintangan. Dipandang dari sisi profesi, mereka bukan orang biasa atau sederhana. Mereka adalah orang besar: raja, ahli, orang pintar, professional. Namun demikian mereka adalah orang yang tulus dan jujur. Mereka pergi meninggalkan negerinya yang kaya raya, posisinya yang dihormati, lalu mencari dan berusaha menemukan Kanak-Kanak Yesus. Mereka ditolong oleh bintang di langit dan berjalan setia mengikuti petunjuk Tuhan itu. Yang kita bisa belajar dari tipe atau model manusia ini adalah:
1. Kepintaran dan kehebatan bukanlah jaminan orang untuk selamat. Maka kalau orang sombong karena pintar atau hebat, atau kaya atau berkuasa; dia tidak akan mau mencari dan berjumpa dengan Tuhan.
2. Ketulusan hati adalah salah satu syarat mutlak manusia membangun relasi dengan Tuhan. Kepura-puraan dan kebohongan hanya membuat manusia jauh dari Tuhan dan mengisi hidupnya dengan sandiwara.
Model kedua, adalah Raja Herodes; dia raja yang berkuasa, yang menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaannya, yang bengis dan kejam, yang rela membunuh orang lain demi harga dirinya, dia raja yang “tidak punya hati”. Memang kata-katanya nampak indah, mulutnya manis dengan kata yang bagus-bagus. “Pergilah dan selidikilah dengan saksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia”. Dari kata-katanya, Herodes tidak mencurigakan, namun di dalam hati ia mencari Yesus untuk dibunuhnya. Mulut manis belum tentu hati juga manis.
Bertanyalah pada Dirimu: “Saya ini Tipe atau Model Manusia Macam Mana?”
Pesta Penampakan Tuhan atau Epifani seperti sebuah cermin untuk setiap orang yang menyebut diri pengikut-pengikut Kristus. Dalam cermin itu orang melihat dirinya, apakah saya sudah menjadi sahabat dan pengikut Yesus yang setia. Kalau dalam cermin itu kita menemukan wajah yang suram, jangan cerminnya yang dipecahkan tetapi diri kita yang harus kita perbaiki.
Masa Natal hampir selesai, kita kembali memasuki Masa Biasa dalam Tahun Liturgi. Kita terus bergumul dalam iman, tetapi harus tetap dengan keyakinan dan semangat yang baru karena: “Kami telah melihat bintang-Nya.” P. Gregorius Kaha, SVD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar