Sabtu, 19 Desember 2015

Bersukacitalah, Tuhan sudah dekat!

Sumber gambar: https://theconservativetreehouse.files.wordpress.com/2012/12/advent-wreath-3.jpg
[Hari Minggu Ketiga Adven: Zef 3:14-18; Yes 12; Flp 4:4-7; Luk 3:10-18]
Di hari menjelang Natal tahun ini, salah seorang kerabat kami dari luar kota akan datang mengunjungi kami selama beberapa hari. Ah, betapa kami sudah mulai bersiap-siap  menyambutnya! Kami sudah merencanakan acara-acara kami bersamanya, dan mempersiapkan tempat di rumah kami. Betapa dari hal-hal kecil ini, kami menyadari, bahwa persiapan yang jauh lebih penting harus diadakan, untuk menyambut Kristus sang Tamu Agung kita. Walau kita telah selalu menyambut-Nya dalam Ekaristi sepanjang tahun, namun hari Natal adalah hari yang dikhususkan untuk memperingati kedatangan-Nya ke dunia di hari kelahiran-Nya sekitar 2000 tahun yang lalu. Sebab kedatangan Sang Mesias itu sudah dinanti-nantikan oleh umat pilihan-Nya selama berabad-abad, dan telah dinubuatkan oleh para nabi. Maka dengan menantikan Dia saat ini, kita sesungguhnya mengambil bagian dalam penantian umat Allah, yang telah terjadi dahulu kala, sebelum kedatangan-Nya. Selain itu, kita pun tetap menantikan Dia yang akan datang kembali di akhir zaman. Masa Adven merupakan masa yang mengingatkan kita bahwa hidup kita di dunia secara keseluruhan adalah masa penantian, akan perjumpaan kita dengan Kristus yang lebih penuh, saat kita beralih dari dunia ini. Dan karena Yang kita nantikan adalah Dia yang mengasihi kita dan kita kasihi, maka kita bersuka cita!


Sukacita adalah tema yang kita rayakan hari ini, di hari Minggu Gaudete, Minggu pertengahan masa Adven. Gereja mengajak kita bersukacita, karena hari Natal sudah semakin dekat. Tidak hanya itu, kitapun bersyukur dan bersukacita merayakan Kerahiman Allah. Tanggal 8 Desember 2015 yang lalu—hari Bunda Maria Dikandung Tanpa Noda—adalah pembukaan Tahun Yubelium Luar Biasa, yang akan berlangsung sampai tanggal 20 November 2016, di Hari Raya Kristus Raja. Di Basilika Santo Petrus Vatikan, Paus Fransiskus membuka Pintu Suci, yang melambangkan Kristus sendiri yang adalah Sang Pintu (Yoh 10:9) yang melalui-Nya kita sampai kepada Allah Bapa. Dengan dibukanya Pintu Suci tersebut dan juga Pintu Suci di ketiga basilika lainnya di Roma dan di gedung-gedung katedral di seluruh dunia, kita dapat berziarah memasukinya dan mengalami belas kasih Tuhan. Belas kasih Allah ini secara istimewa kita terima, jika kita terlebih dahulu bertobat dan mengakui dosa-dosa kita dalam sakramen Tobat. Gereja memberikan indulgensi penuh kepada umat yang memenuhi persyaratannya, yaitu sebelum atau pada hari melalui Pintu Suci, ia menerima sakramen Tobat, menerima Ekaristi, berdoa bagi intensi Bapa Paus, dan memiliki pertobatan yang sungguh sehingga tidak lagi memiliki keterikatan dengan dosa apa pun. Dalam surat Paus Fransiskus yang berkenaan dengan Tahun Yubelium ini, secara khusus Paus menyebutkan dosa khusus yang menentang kehidupan, yaitu aborsi. Paus mengundang semua orang yang telah melakukannya, agar bertobat, mengalami pengampunan Tuhan dan dipulihkan dari kepedihan luka batin yang umumnya sangat membekas di jiwa. Paus menekankan bahwa kuasa belas kasihan Allah tidak mengecualikan siapa pun, dan dosa apa pun, asalkan orang tersebut mau bertobat dan kembali kepada Allah. Jika dipersiapkan dengan sungguh, melewati Pintu Suci merupakan suatu kesempatan  mengalami belas kasih Allah yang tak terbatas, yang dapat mengubah kita untuk menjadi berbelas kasih kepada sesama. Demikian tema Tahun Yubelium, “Hendaklah kamu murah hati, seperti Bapa-mu adalah murah hati” (Luk 6:36).
Setelah mengalami belas kasih Allah dan pengampunan-Nya,  kita akan dapat sungguh bersukacita di dalam Dia.  Bacaan Kitab Suci hari ini pun menyatakan kepada kita sejumlah caranya. Pertama, berdoa dan mengucap syukur (Flp 4:6). Kedua, bersyukur atas apa yang ada pada kita (Luk 3:14).  Ketiga, berbagi kepada sesama (Luk 3:10). Dalam persiapan hati menjelang Natal, kita memang tetap tidak terlepas dari semua pergumulan hidup yang sedang kita hadapi saat ini. Tetapi kesadaran bahwa Tuhan ada di tengah-tengah kita dan bahwa Ia akan memperbaharui kita (Zef 3:17), itu akan mengubah sikap batin kita! Dengan kata lain, masalahnya sama tapi kita menghadapinya secara berbeda.
Untuk menumbuhkan rasa syukur dan sukacita ini, memang kita perlu belajar dari Bunda Maria. Rahmat Tuhan yang tercurah padanya dan memenuhinya, memampukannya untuk senantiasa bersukacita, dalam situasi apa pun. Walau harus melakukan perjalanan jauh dengan mengendarai keledai dalam keadaan mengandung dan cuaca yang dingin. Walau tidak memperoleh tempat penginapan. Walau akhirnya melahirkan di kandang hewan. Walau kemudian harus mengungsi ke Mesir… dan seterusnya. Semua kesulitan tersebut dapat dilaluinya sebab di hatinya Bunda Maria memiliki sukacita sejati, yang datang dari persatuannya dengan Tuhan. Semoga di Minggu Gaudete ini, hati kita dipenuhi sukacita yang dari Tuhan, dan kita dibawa-Nya untuk menjadi semakin dekat dengan-Nya, sehingga kita pun dapat mengalami pengalaman seperti Bunda Maria. Semoga kita selalu bersukacita dalam menantikan Tuhan, dan tetap mengumandangkan pujian kepada-Nya, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bersukaria karena Allah Penyelamatku” (Luk 1:46).

Tidak ada komentar: