Senin, 27 Juli 2015

Pewartaan Kristus di Zaman Digital dengan Semangat Rasul Paulus bagian III

III. Dunia modern di bawah pengaruh modernisme dan sekularisme
Untuk dapat melakukan karya evangelisasi di tengah dunia modern ini, maka kita harus mengerti apa yang menjadi pergulatan dan tantangan di dunia pada saat ini, yang sering bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani. Dunia tempat kita tinggal dipenuhi dengan begitu banyak tipu daya, sehingga banyak orang yang terseret masuk ke dalamnya. Rasul Yohanes mengatakan “…manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.” (Yoh 3:19). Bahaya paling besar yang dihadapi oleh dunia modern adalah modernisme dan juga sekularisme.
1. Modernisme
Modernisme dikatakan oleh Paus Pius X sebagai “sintesis dari semua bidaah”/ gabungan dari semua ajaran sesat[2], yang kemudian ditegaskan oleh Paus Benediktus XV[3]. Dapat dikatakan bahwa modernisme menggabungkan semua ajaran bidaah karena modernisme ingin menghilangkan semua hal yang berhubungan dengan Tuhan dari seluruh sendi kehidupan. Prinsip dari modernisme ini dapat disarikan sebagai: (a)Prinsip emansipasi, yang menghendaki kebebasan ilmu pengetahuan, tata negara dan hati nurani, yang terpisah dari Gereja; (b) Prinsip perubahan, yang mempercayai bahwa satu-satunya yang statis di dunia ini adalah perubahan dan menolak sesuatu yang tetap, yang terstruktur, yang pada akhirnya akan melawan otoritas Gereja, karena dipandang sebagai organisasi yang terlalu kaku dan terstruktur; (c) Prinsip rekonsiliasi, yang mencoba untuk menyatukan semua perbedaan berdasarkan perasaan hati. Dengan demikian, tidak diperlukan doktrin-doktrin dan kebenaran-kebenaran absolut, karena doktrin-doktrin hanyalah memecah belah rekonsiliasi.
Kita melihat contoh-contoh ada cukup banyak situs, facebook, twitter, maupun bbm, yang sering mengungkapkan semua agama sama saja; yang penting adalah ajaran kasih; Gereja Katolik terlalu kaku dan tidak membumi; Gereja Katolik dan dogma dan doktrinnya hanyalah bikinan manusia semata; tidak perlu terlalu fanatik, dll.
Dan sering perkataan-perkataan seperti di atas dituliskan oleh umat Gereja Katolik dan bahkan para katekis! Inilah sebabnya para Paus menyebutkan bahwa modernisme merupakan sintesis dari semua bidaah atau kesesatan, karena bukan hanya melawan salah satu pengajaran dari Gereja Katolik, namun melawan semua pengajaran Gereja Katolik sampai  kepada akar-akarnya. Seorang tidak dapat menjadi Katolik dan sekaligus menjadi penganut modernisme.
2. Sekularisme
Sekularisme adalah suatu prinsip yang hanya menaruh perhatian pada hal-hal yang dialami di dunia ini saja. Artinya, paham ini memisahkan diri dari agama, yang mengajarkan kehidupan kekal. Prinsip dari pengajaran ini adalah: (a) meningkatkan kehidupan ini dengan hal-hal material saja, (b) ilmu pengetahuan yang dapat menjawab segalanya, (c) berfokus untuk melakukan kebaikan untuk hidup di dunia ini saja. Prinsip di atas, pada akhirnya akan menghasilkan materialisme, karena fokus dari prinsip ini adalah meningkatkan kehidupan dengan hal-hal material dan kehidupan hanya dilihat sebagai apa yang dialami di dunia ini. Kita melihat di dalam dunia digital, komentar-komentar, yang kadang datang dari umat Katolik sendiri, tentang pentingnya untuk melakukan karya-karya sosial dan tidak perlu untuk mempelajari dogma dan doktrin Gereja Katolik, karena dogma dan doktrin tidak diperlukan.
3. Pemisahan antara iman dan kehidupan sehari-hari
Keadaan di atas diperparah dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari umat beriman, termasuk umat Gereja Katolik. Ada sebagian umat Katolik, yang mengaku diri Katolik namun hidupnya tidak mencerminkan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah mengenal Tuhan dan telah diselamatkan. Orang-orang ini, yang walaupun adalah umat beragama – termasuk umat Katolik – namun hidupnya seolah-olah tidak mengenal Tuhan. Paus Yohanes Paulus II menyebut kelompok ini sebagai “practical atheism“ karena mereka hidup seolah-olah tidak mengenal Tuhan. Mereka menolak adanya  kebenaran absolut, dan menganggap berbagai pandangan di dunia ini -bahkan yang bertentangan dengan ajaran Kristus sekalipun- sebagai sama-sama benar (ini disebut relativisme). Dalam dunia digital ini, iman seolah-olah hanyalah urusan hari Minggu, selebihnya pornografi dalam internet tidak dipandang sebagai dosa.

Kita tahu bahwa sesuatu yang buruk atau salah akan cepat sekali menyebar. Dan di dunia yang serba cepat dan serta serba digital, mempermudah penyebaran informasi, termasuk informasi akan paham-paham yang salah. Dengan masuknya dan berkembangnya ajaran-ajaran tersebut, maka sebenarnya umat Kristen hidup di zaman yang penuh dinamika dan tantangan yang besar. Namun, apakah kemudian kita hanya menyesali nasib dan membiarkan semua penyesatan ini terjadi? Kalau Rasul Paulus hidup di zaman ini, apakah kita berfikir bahwa dia hanya duduk diam dan berpangku tangan serta hanya menyesali nasib dan menyalahkan masyarakat?

Tidak ada komentar: