Senin, 27 Juli 2015

Pewartaan Kristus di Zaman Digital dengan Semangat Rasul Paulus bagian II

II. Sudahkah perkataan Rasul Paulus itu menggema di dalam hati kita?
Jika kasih kita kepada Tuhan diukur dari sejauh mana kita telah melakukan perintah- perintah-Nya (lih. 1Yoh 5:3), dan sejauh mana kita mempunyai kehendak yang sama dengan kehendak Kristus, maka baik jika kita tanyakan kepada diri sendiri, sudahkah kita mempunyai kerinduan seperti Rasul Paulus,  yang melakukan apa saja untuk mewartakan Kristus? Berikut ini adalah beberapa prinsip ajaran Rasul Paulus yang mungkin dapat kita jadikan sebagai patokan dasar pewartaan kita:

1. Beritakanlah Injil!
“Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1 Kor 9:16) Rasul Paulus mempunyai kecintaan yang besar kepada Injil. Maka pewartaannya tentang Kristus juga merupakan pewartaan akan segala pengajaran dan perintah Kristus dalam Injil. Semangat Rasul Paulus ini harus mendorong kita untuk juga semakin bersemangat untuk membaca Kitab Suci, merenungkannya dan melaksanakannya; supaya Injil menjadi sungguh hidup di dalam keseharian kita. Dengan kata lain, Injil yang kita imani itu menentukan sikap hidup, pikiran dan tutur kata kita; inilah sesungguhnya bentuk pewartaan yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasul Paulus (Flp 1:27). Selanjutnya Injil inilah yang harus kita wartakan dalam tugas kerasulan kita sebagai katekis.

2. Berpegang pada pilar kebenaran: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja
“Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari  kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” (2 Tes 2:15) Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar berpegang kepada ajaran-ajaran para rasul, baik yang disampaikan secara lisan -yaitu Tradisi Suci- maupun yang tertulis -yaitu Kitab Suci. Dengan demikian, jika kita mengikuti jejak Rasul Paulus dalam pewartaan Sabda Tuhan, selain kita menyampaikan ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci, kita harus juga menyampaikan ajaran Tradisi Suci yaitu pengajaran dari para Bapa Gereja dan Magisterium, yang walaupun tidak termasuk di dalam Kitab Suci namun berasal dari sumber yang sama -yaitu dari Kristus, para rasul dan para penerus mereka- sehingga baik Kitab Suci maupun Tradisi Suci perlu mendapat penghormatan yang sama.[1]
Di samping sumber Kitab Suci dan Tradisi Suci, Rasul Paulus juga mengajarkan untuk “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat (ekklesia = Gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.” (1Tim 3:15 ) Dari sini kita tahu, bahwa Rasul Paulus sangat menghargai Gereja. Dan penghargaan dan ketaatan Rasul Paulus akan keputusan Gereja diwujudkan dengan mentaati segala sesuatu yang diputuskan dalam Konsili Yerusalem I.

3. Memberitakan Kristus: kebangkitan-Nya tak terlepas dari kurban salib-Nya
“Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor 2:2)
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar tidak ragu untuk mewartakan Kristus yang disalibkan, sebab kebangkitan-Nya tidak pernah terlepas dari sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Maka sebagai umat Kristiani, seharusnya kita tidak menekankan hanya pada hal kebangkitan Kristus dan mengabaikan sengsara dan wafat-Nya, sebab tidak ada hari Minggu Paskah tanpa hari Jumat Agung. Sebenarnya tantangan pewartaan Rasul Paulus kepada kaum Yahudi dan kepada kaum Yunani pada jamannya juga masih relevan saat ini. Sebab pewartaan Yesus yang disalibkan itu memang menjadi batu sandungan bagi banyak orang, dan sering dianggap sebagai kebodohan bagi kaum cendekiawan dunia. Namun bagi kita yang percaya, Kristus yang disalibkan merupakan kekuatan dan hikmat Allah (lih. 1 Kor 1:23).

4. Menjangkau semua orang, karena Allah menghendaki semua orang diselamatkan
“[Allah] menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim 2:4) Pesan pewartaan berikutnya yang perlu disampaikan sehubungan dengan Kristus yang disalibkan adalah: melalui kurban salib-Nya itu, Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Jadi pesan ini jugalah yang harus kita sampaikan saat kita mewartakan Kristus.

5. Pewartaan iman, pengharapan dan kasih, di dalam Kristus
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman…. ” (Ef 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6) …karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, (1Tim 4:10) “[karena] kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom 6:11) Pewartaan Kristus yang tersalib itu adalah pewartaan kebenaran akan kasih karunia Allah kepada kita manusia, dan dengan mengimaninya dan mewujudkan iman itu di dalam perbuatan kasih, kita diselamatkan. Pewartaan akan pentingnya iman yang tak terpisahkan dari kasih ini menjadi salah satu inti pengajaran Rasul Paulus. Walaupun sebelum bertobat ia berlatar belakang Farisi yang sangat taat kepada hukum Taurat, namun setelah perjumpaannya dengan Kristus, Rasul Paulus mengetahui bahwa manusia diselamatkan bukan dari melakukan hukum Taurat tetapi karena kasih karunia Allah yang mengubah seseorang sehingga ia memperoleh hidup yang baru di dalam Kristus.

6. Menggunakan segala cara yang baik untuk mewartakan Kristus
“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.” (1Kor 9:20-21) Dalam usaha menghantar banyak orang agar mengenal Kristus, Rasul Paulus tidak memusatkan perhatiannya kepada dirinya sendiri, tetapi kepada mereka yang dilayaninya. Ia seolah menempatkan dirinya sejajar dengan mereka dengan harapan mereka dapat menerima pesan yang disampaikannya. Demikian pula dalam tugas pewartaan yang kita lakukan, penting bagi kita untuk mengetahui latar belakang orang yang sedang kita ajak bicara, karena dengan memahami pola berpikir mereka, kita akan dapat mewartakan pesan Injil dengan lebih efektif.

7. Bertekun dalam evangelisasi
“Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat…. Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.” (2Kor 11:23-30) Mungkin baik kita diam sejenak membaca kesaksian Rasul Paulus ini, dan kita biarkan kata- kata ini menembus kedalaman hati kita. Sebab mungkin pengorbanan kita dalam mewartakan Kristus sungguh masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan pengorbanan Rasul Paulus. Namun, betapa sering kita tergoda menjadi tawar hati jika ada kesulitan ataupun tantangan dalam tugas pewartaan kita sebagai katekis.

8. Mahkota abadi merupakan penggenapan janji bagi kita yang turut mewartakan Kristus

“Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan … berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.” (1 Kor 9:25) Namun pada akhirnya Rasul Paulus mengimani bahwa mahkota abadi akan tersedia bagi kita yang turut mengambil bagian dalam tugas pewartaan Kristus ini, sebagaimana para atlet yang turut mengambil bagian dalam pertandingan. Semoga di akhir hidup kita, kita dapat berkata bersama dengan Rasul Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan…” (2Tim 4:7).

Tidak ada komentar: