Sikap seperti itu tidaklah diinginkan oleh Tuhan. Kita diselamatkan untuk menyelamatkan. Karena itulah Yesus sendiri memberi Amanat Agung yang bisa kita baca dalam Matius 28:18-20. Sikap mementingkan diri sendiri sama sekali tidak menggambarkan pribadi Allah, dan itu pun tidak sesuai dengan perintah agar kita bisa menjadi terang dan garam di dunia ini.
Jika kita melihat bagaimana cara hidup jemaat mula-mula seperti yang tertulis dalam kitab Kisah Para Rasul, kita akan melihat sendiri betapa cara hidup kita saat ini begitu jauh melenceng dari sikap mereka. Jemaat mula-mula memiliki kepedulian yang besar terhadap saudara-saudara mereka. Alkitab menyatakannya seperti ini: “Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.” (Kisah Para Rasul 2:44-45). Dan hal ini kemudian diulangi lagi dalam Pasal berikutnya. “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” (4:32). Tidak heran jika dikatakan “tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka” (ay 34), dan dengan demikian Tuhan berkenan dan terus menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (2:47).
Bayangkan jika semua orang percaya memiliki sikap seperti itu, saya yakin bangsa ini akan jauh lebih baik. Kita akan melihat kebangunan rohani dan pemulihan secara besar-besaran. Kita akan melihat dunia dengan tatanan yang lebih baik dan harmonis. Selama sikap mementingkan diri sendiri masih menjadi bagian dalam hidup kita, maka jangan berharap kita mampu melihat hal tersebut. Yesus sendiri menginginkan kita untuk mengasihi sesama kita seperti halnya Dia sendiri mengasihi kita. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yohanes 13:34). Dan dengan jelas ayat selanjutnya mengatakan bahwa saling mengasihi akan (seharusnya) menjadi lambang bahwa kita adalah murid-muridNya. Bukankah hal sebaliknya yang terjadi apabila kita yang mengaku murid Kristus malah saling cari selamat sendiri? Orang jelas akan mendapat gambaran yang salah dari Kristus, dan itu sangatlah menyedihkan saat dilakukan oleh orang-orang yang notabene sudah menerima keselamatan daripadaNya.
Paulus mengingatkan kita seperti ini: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Galatia 6:2). Yohanes pun mengingatkan hal yang sama: “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” (1 Yohanes 3:17). Ya, bagaimana kita bisa mengaku sebagai anak-anak Allah yang memiliki kasih Allah dalam diri kita jika kita masih berhitung untung rugi dalam membantu sesama kita? Bagaimana kita bisa memproklamirkan diri sebagai pengikut Kristus jika kita masih tega berdiam diri melihat orang-orang yang ditimpa kesulitan? Itu bukan gambaran anak-anak Tuhan seperti yang Dia kehendaki.
Oleh karena itu, mari kita hari ini lebih peka terhadap kesulitan saudara-saudara kita, tanpa memandang siapa mereka dan dari mana mereka berasal. Dunia melakukan pengkotak-kotakan, kita tidak boleh melakukan itu. Ingatlah bahwa Tuhan mengasihi mereka semua, sama seperti Tuhan mengasihi kita, dan kita diminta untuk mau berempati dan menolong mereka sebesar-besar kemampuan kita.
Perhatikan sekeliling anda, adakah orang yang tengah kesulitan? Jika ada, mengapa tidak mulai mengulurkan tangan dan menyampaikan kasih Kristus kepada mereka saat ini juga?
Cari selamat sendiri bukanlah bagian dari sikap saling mengasihi yang seharusnya ada pada kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar