“Maka Yesuspun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya, ‘Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu.’” (Mat 13, 36)
HARI ini saya mendapatkan surat setebal sembilan halaman. Surat tersebut berisi ‘curhat’ para anggota sebuah komunitas tentang pimpinan mereka. Mereka melihat dan merasakan bahwa pimpinan mereka punya sikap atau perilaku yang tidak bisa dijadikan teladan anggota; punya gaya hidup dan kebiasaan tidak baik. Pimpinan mereka sungguh menyebalkan, membingungkan, menyesatkan dan tidak bisa diandalkan. Bahkan para anggota merasa terganggu oleh kehadirannya.
Ibaratnya seperti lalang yang tumbuh ditengah-tengah gandum. Lalang yang mengganggu pertumbuhan gandum. Lalang yang sering bikin jengkel dan marah. Lalang yang menantang untuk dicabut dan dibakar habis. Namun demikian para penggarap tidak diperbolehkan mencabuti lalang itu. Mereka dibiarkan tumbuh bersama sampai saatnya panen tiba.
Ladang atau kehidupan bersama akan selalu seperti ini, baik dalam keluarga, komunitas, lingkungan kerja atau di tengah masyarakat. Selalu ada orang baik dan orang jahat; orang benar dan tidak benar. Sebagai benih, mereka pernah ditaburkan oleh penabur yang berbeda. Mereka juga mempunyai kesempatan untuk tumbuh bersama, seperti halnya Pandawa dan Kurawa. Konflik pasti terjadi; beda pendapat pasti akan muncul; persaingan pasti akan terjadi; pertengkaran dan kekerasan pun pasti ada. Dinamika hidup memang selalu seperti itu. Para penggarap saja tidak diperbolehkan mencabut lalang. Gandum juga tidak punya hak untuk menyingkirkan lalang. Keduanya dibiarkan tumbuh sampai musim panen tiba. Gandum akan disimpan dan lalang akan dibakar sampai habis. Semua benih punya kesempatan untuk ditaburkan, tumbuh dan dipanen.
Benih macam apakah diriku ini: gandum atau lalang? Mungkinkah benih lalang berubah seperti gandum?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar