II. Sudahkah perkataan Rasul Paulus itu menggema di
dalam hati kita?
Jika kasih kita kepada Tuhan diukur dari
sejauh mana kita telah melakukan perintah- perintah-Nya (lih. 1Yoh 5:3), dan
sejauh mana kita mempunyai kehendak yang sama dengan kehendak Kristus, maka
baik jika kita tanyakan kepada diri sendiri, sudahkah kita mempunyai kerinduan
seperti Rasul Paulus, yang melakukan apa saja untuk mewartakan Kristus?
Berikut ini adalah beberapa prinsip ajaran Rasul Paulus yang mungkin dapat kita
jadikan sebagai patokan dasar pewartaan kita:
1.
Beritakanlah Injil!
“Celakalah aku, jika aku tidak
memberitakan Injil.” (1 Kor 9:16) Rasul
Paulus mempunyai kecintaan yang besar kepada Injil. Maka pewartaannya tentang
Kristus juga merupakan pewartaan akan segala pengajaran dan perintah Kristus
dalam Injil. Semangat Rasul Paulus ini harus mendorong kita untuk juga semakin
bersemangat untuk membaca Kitab Suci, merenungkannya dan melaksanakannya;
supaya Injil menjadi sungguh hidup di dalam keseharian kita. Dengan kata lain,
Injil yang kita imani itu menentukan sikap hidup, pikiran dan tutur kata kita;
inilah sesungguhnya bentuk pewartaan yang sesuai dengan yang diajarkan oleh
Rasul Paulus (Flp 1:27). Selanjutnya Injil inilah yang harus kita wartakan
dalam tugas kerasulan kita sebagai katekis.
2.
Berpegang pada pilar kebenaran: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja
Di samping sumber Kitab Suci dan Tradisi
Suci, Rasul Paulus juga mengajarkan untuk “Jadi jika aku terlambat,
sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni
jemaat (ekklesia = Gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar
kebenaran.” (1Tim 3:15 ) Dari sini kita tahu, bahwa Rasul Paulus
sangat menghargai Gereja. Dan penghargaan dan ketaatan Rasul Paulus akan
keputusan Gereja diwujudkan dengan mentaati segala sesuatu yang diputuskan
dalam Konsili Yerusalem I.
3.
Memberitakan Kristus: kebangkitan-Nya tak terlepas dari kurban salib-Nya
“Sebab aku telah memutuskan untuk tidak
mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang
disalibkan.” (1Kor 2:2)
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar tidak ragu untuk mewartakan Kristus yang disalibkan, sebab kebangkitan-Nya tidak pernah terlepas dari sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Maka sebagai umat Kristiani, seharusnya kita tidak menekankan hanya pada hal kebangkitan Kristus dan mengabaikan sengsara dan wafat-Nya, sebab tidak ada hari Minggu Paskah tanpa hari Jumat Agung. Sebenarnya tantangan pewartaan Rasul Paulus kepada kaum Yahudi dan kepada kaum Yunani pada jamannya juga masih relevan saat ini. Sebab pewartaan Yesus yang disalibkan itu memang menjadi batu sandungan bagi banyak orang, dan sering dianggap sebagai kebodohan bagi kaum cendekiawan dunia. Namun bagi kita yang percaya, Kristus yang disalibkan merupakan kekuatan dan hikmat Allah (lih. 1 Kor 1:23).
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar tidak ragu untuk mewartakan Kristus yang disalibkan, sebab kebangkitan-Nya tidak pernah terlepas dari sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Maka sebagai umat Kristiani, seharusnya kita tidak menekankan hanya pada hal kebangkitan Kristus dan mengabaikan sengsara dan wafat-Nya, sebab tidak ada hari Minggu Paskah tanpa hari Jumat Agung. Sebenarnya tantangan pewartaan Rasul Paulus kepada kaum Yahudi dan kepada kaum Yunani pada jamannya juga masih relevan saat ini. Sebab pewartaan Yesus yang disalibkan itu memang menjadi batu sandungan bagi banyak orang, dan sering dianggap sebagai kebodohan bagi kaum cendekiawan dunia. Namun bagi kita yang percaya, Kristus yang disalibkan merupakan kekuatan dan hikmat Allah (lih. 1 Kor 1:23).
4.
Menjangkau semua orang, karena Allah menghendaki semua orang diselamatkan
“[Allah] menghendaki semua orang
diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim 2:4) Pesan pewartaan berikutnya yang perlu
disampaikan sehubungan dengan Kristus yang disalibkan adalah: melalui kurban
salib-Nya itu, Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dan memperoleh
pengetahuan akan kebenaran. Jadi pesan ini jugalah yang harus kita sampaikan
saat kita mewartakan Kristus.
5.
Pewartaan iman, pengharapan dan kasih, di dalam Kristus
“Sebab karena kasih karunia kamu
diselamatkan oleh iman…. ” (Ef 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6)
…karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat
semua manusia, (1Tim 4:10) “[karena] kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu
hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom 6:11) Pewartaan Kristus yang tersalib itu adalah
pewartaan kebenaran akan kasih karunia Allah kepada kita manusia, dan dengan
mengimaninya dan mewujudkan iman itu di dalam perbuatan kasih, kita
diselamatkan. Pewartaan akan pentingnya iman yang tak terpisahkan dari kasih
ini menjadi salah satu inti pengajaran Rasul Paulus. Walaupun sebelum bertobat
ia berlatar belakang Farisi yang sangat taat kepada hukum Taurat, namun setelah
perjumpaannya dengan Kristus, Rasul Paulus mengetahui bahwa manusia
diselamatkan bukan dari melakukan hukum Taurat tetapi karena kasih karunia
Allah yang mengubah seseorang sehingga ia memperoleh hidup yang baru di dalam
Kristus.
6.
Menggunakan segala cara yang baik untuk mewartakan Kristus
“Demikianlah bagi orang Yahudi aku
menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi
orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang
hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum
Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.
Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti
orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar
hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat
memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.” (1Kor 9:20-21) Dalam usaha menghantar banyak orang agar
mengenal Kristus, Rasul Paulus tidak memusatkan perhatiannya kepada dirinya
sendiri, tetapi kepada mereka yang dilayaninya. Ia seolah menempatkan dirinya
sejajar dengan mereka dengan harapan mereka dapat menerima pesan yang
disampaikannya. Demikian pula dalam tugas pewartaan yang kita lakukan, penting
bagi kita untuk mengetahui latar belakang orang yang sedang kita ajak bicara,
karena dengan memahami pola berpikir mereka, kita akan dapat mewartakan pesan
Injil dengan lebih efektif.
7.
Bertekun dalam evangelisasi
“Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih
sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut.
Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu
pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali
mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut.
Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya
dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya
di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak
saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali
aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan
tanpa pakaian, dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku
sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat…. Jika aku harus
bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.” (2Kor 11:23-30) Mungkin baik kita diam sejenak membaca kesaksian
Rasul Paulus ini, dan kita biarkan kata- kata ini menembus kedalaman hati kita.
Sebab mungkin pengorbanan kita dalam mewartakan Kristus sungguh masih belum
apa-apa jika dibandingkan dengan pengorbanan Rasul Paulus. Namun, betapa sering
kita tergoda menjadi tawar hati jika ada kesulitan ataupun tantangan dalam
tugas pewartaan kita sebagai katekis.
8.
Mahkota abadi merupakan penggenapan janji bagi kita yang turut mewartakan
Kristus
“Tiap-tiap orang yang turut mengambil
bagian dalam pertandingan … berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota
yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.” (1 Kor 9:25) Namun pada akhirnya Rasul Paulus mengimani bahwa
mahkota abadi akan tersedia bagi kita yang turut mengambil bagian dalam tugas
pewartaan Kristus ini, sebagaimana para atlet yang turut mengambil bagian dalam
pertandingan. Semoga di akhir hidup kita, kita dapat berkata bersama dengan
Rasul Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai
garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku
mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan…” (2Tim 4:7).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar