Kelahiran Yesus lebih dari 2000 tahun lalu membawa sukacita bagi para
malaikat, para gembala dan tiga raja dari timur, yang kemudian bergegas
menyambutNya dengan cara mereka sendiri. Pesta kelahiran Yesus kita rayakan
sebagai kabar gembira di tengah-tengah dunia yang keras dan kejam. Di dalamnya
kita merayakan persekutuan dengan Tuhan yang datang menyapa kita dan memberi
arti bagi hidup kita. Kelahiran Yesus, sebagaimana kelahiran manusia pada
umumnya, merupakan momen awal baginya untuk kemudian tumbuh menjadi seorang
pria dewasa. Ia pada akhirnya menyadari panggilan hidup-Nya sebagai utusan
Allah untuk menebus dosa manusia dengan mati di salib.
Hal yang sama berlaku juga bagi umat Kristiani. Natal adalah momen
pertumbuhan iman, yang tidak boleh berhenti pas setelah tanggal 25 Desember.
Makna Natal seharusnya menggema sepanjang tahun dan menjiwai setiap aksi
pribadi maupun kelompok. Dalam cara yang sama, cinta kita kepada Tuhan harus
diwujudkan secara nyata dalam perbuatan kasih kepada sesama dan ciptaan Tuhan
lainnya.
Bentuk-bentuk lahiriah dari cinta harus nyata dalam kehidupan sehari-hari,
tanpa membuat perbedaan, dalam keluarga, lingkungan kerja, dan bentuk interaksi
sosial lain, bahkan di dunia maya sekalipun. Cinta akan Allah tidak mengambang
seperti sesuatu yang diterbang angin, tapi sesuatu yang nyata, yang kasat mata
berupa mencintai sesama manusia dan alam tempat kita berpijak.
Jika orang mengatakan bahwa ia mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya,
ia berdusta karena tidak mungkin mencintai Allah yang tidak kelihatan tanpa
mencintai sesama yang kelihatan. Siapa yang mengasihi Allah, ia harus juga
mengasihi saudaranya (1 Yoh 4:20-21).
Bukti mengasihi sesama bisa tampak dalam wujud keterlibatan aktif dalam
usaha memerangi kemiskinan, melawan korupsi, serta dalam mengatasi berbagai
persoalan sosial, seperti konflik kemanusiaan, menguatnya sikap intoleran,
serta perilaku atau tindakan yang membuat persaudaraan antar sesama warga
menjadi retak.
Demikian pula, sebagai kaki dan tangan Allah di dunia ini, manusia
diserahkan kepercayaan untuk memelihara dan memanfaatkan alam semesta yang
“diciptakan baik adanya” secara bertanggungjawab. Manusia dipanggil untuk
melestarikan dan menjaga keutuhan ciptaan-Nya dari perilaku sewenang-wenang
dalam mengelola alam.
Makna Natal bukan hanya sekedar persiapan dekorasi rumah atau gereja. Natal
adalah momen untuk perubahan dan peneguhan atas komitmen kita sebagai pengikut
Kristus untuk mencintai sesama dalam suka dan senang serta peneguhan panggilan
kita sebagai orang-orang yang dipercayakan Tuhan mengelola dan merawat
ciptaan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar