Minggu, 28 Juni 2015

5 Modal Kekuatan Sosial Ekonomi

Salah satu kendala atas ketidakmampuan satu masyarakat untuk membawa sebuah impian kesejahteraan dan kedamaian hidup adalah lemahnya dibidang ekonomi. Sejurus dengan kelemahan ekonomi ini bermula dari lemahnya sumber daya manusia (SDM) itu sendiri.
SDM tidak cukup dilihat dari dasar pendidikan dan status sosialnya. Banyak orang dengan pendidikan tinggi, memiliki status sosial yang tinggi, mereka sangat pintar memperkuat dirinya tetapi tidak cukup cerdas untuk membawa kekuatan bagi lingkungan sekitarnya.

Semua diantara kita pasti mempunyai keinginan yang sama dalam hidup yaitu ingin mencapai keberhasilan atau sukses yang setinggi-tingginya. Kesuksesan adalah derajat keberhasilan seseorang dalam pemenuhan subjektif terhadap kebutuhan hidupnya, material maupun spiritual baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Mengejar kesuksesan hidup secara keseluruhan memang merupakan idaman bagi setiap orang. Yang menjadi permasalahan, adalah bahwa kesuksesan itu kerap kali terasa sebagai sesuatu hal yang tidak mudah atau bahkan sangat sukar sekali untuk dicapai bagi kebanyakan orang. Dan pada skala yang lebih ekstrim bahkan dapat terasa sebagai hal yang tidak mungkin dapat dicapai oleh sekelompok orang tertentu. Sehingga makna sukses dari setiap orang akan berbeda, didasarkan pada tingkat sosial, ekonomi, juga pendidikan.


Kebanyakan orang sukses merasa belum sukses
Tidak jauh untuk mengambil beberapa pengalaman sukses yang terjadi pada anggota Credit Union. Sebagian besar dari mereka pula menginginkan kesuksesan yang ideal bagi dirinya karena sampai hari ini ‘merasa belum sukses’.
Salah seorang anggota impiannya untuk memiliki kambing telah terpenuhi. Anggota CU dengan posisi pertama ini masih mengejar kesuksesan lain, menambah kambing menjadi lebih banyak. Dimulai dengan modal yang kecil yang hanya 60 ribu perak, ia mendapatkan tambahan 500 ribu dari CU untuk mewujudkan impiannya memiliki kambing. Sebanyak 5 kali pula angsuran dikembalikan. Sementara modal yang dikembangkan dalam CU kembali utuh bahkan terus bertambah, hari ini ia juga memiliki kambing untuk menjamin keberlangsungan mata pencaharian yang dapat menambah pendapatan keuangan keluarga.
Dilain bagian seorang anggota lainnya, telah dapat mengakses modal tambahan dari CU untuk pengembangan usaha dagangnya hingga 3 juta setengah. Layaknya anggota CU lainnya, ia pun memulainya dengan hal yang kecil yakni 60 ribu perak.
Ada juga dari sebagian anggota CU memanfaatkan akses modal tersebut untuk biaya tanam bagi lahan pertaniannya. Berbeda dengan yang lain, untuk usaha sejenis pertanian pengembalian tambahan modal berdasarkan musim panen seperti padi atau dalam istilah CU disebut model musiman.
Semua anggota CU memulai dengan hal yang kecil, pelan-pelan, dilakukan secara sukacita, tentu dengan niat yang baik.


Ukuran materi dan status sosial
Dalam kenyataan sehari-hari, biasanya gambaran seseorang mengenai kesuksesan atau keberhasilan masa depannya lebih bersifat subjektif. Subjektifitas ini dibentuk oleh pengaruh dari dalam diri (internal) maupun dari masyarakat atau lingkungan (eksternal).
Hal inilah yang membuat sebagian besar pandangan orang terhadap pengertian kesuksesan itu tidak proposional, tidak seimbang pada tempatnya, cenderung berat sebelah yaitu ke masalah materi dan status sosial dan cenderung menggunakan kacamata orang lain untuk menilai dirinya sendiri.
Untuk sukses tentu saja tidak hanya ada satu jalan saja, karena ternyata semua jalan yang ada pada dasarnya dapat membawa kita menuju ke kesuksesan. Sukses dalam materi dan status sosial adalah cita-cita semua orang namun sukses dalam membahagiakan orang hanya mampu dilakukan oleh segelintir saja. Apakah tidak termasuk sukses, jika berbagi dan meringankan beban orang sehingga mereka pun menjadi berdaya?
Keluarga yang selama ini kita kenal terdiri dari ayah, ibu dan beberapa anak. Dalam pengetahuan lain, jaman SD terdahulu, keluarga adalah kelompok atau organisasi terkecil dalam masyarakat terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dalam satu atap, bahkan WHO menegaskan dengan istilah pertalian darah.
Benarkah demikian? Bagaimana kalau sesuatu terjadi dalam sebuah kelompok, yang sama sekali tidak mengandung struktur orang tua dan anak, atau pula tidak terjadi pertalian darah, namun sering terucap: “dia itu saudaraku” bahkan lebih dari sekedar saudara “beliau adalah bapak saya”.
Dua istilah, ‘saudara dan bapak’ hadir dalam status keluarga. Kalau diurut, darimana hubungan itu terjadi? Bukankah sebelumnya tidak saling mengenal? Mengapa bisa muncul sebuah pengakuan?
Makna dari keluarga ialah cinta dan kasih sayang. Keluarga selayaknya tidak untuk saling melukai, keluarga saling mendukung, menjaga dan melindungi. Saat kasih sayang hadir, tiada batas untuk menyebut keluarga dan melebihinya dari sekedar pertalian darah.
Jika saja penangkapan keluarga berdasar pada nilai dan bukan pada status, mestinya kita akan mendapatkan kebahagiaan, bukannya satu dari kita saja yang bahagia. Seperti halnya membangun kepercayaan. Kepercayaan tidak bisa menggantungkan pada satu pihak. Kepercayaan terjadi jika dua sisi saling memberi dan menerima. Seperti layaknya listrik yang mengandung muatan negatif dan positif atau magnet dengan plus-minus.


Tidak ada komentar: