Senin, 29 Juni 2015

Pleno Komkep KWI: Keluar dan Temukan OMK yang Hilang

(9/3/2015) OMKnet, Jakarta – “Demikianlah proses yang harus kita terapkan, yakni tidak hanya sekadar memberi orang muda sejumlah pengetahuan, tetapi juga membantu mereka menghayati dan bahkan memilikinya. Dengan demikian, orang muda dapat bersaksi tentang apa yang mereka hayati.” Demikian homili Ketua Komkep KWI, Mgr. John Philip Saklil pada Misa Pembukaan, Selasa (3/3/2015). Monsinyur juga menyampaikan tiga poin penting mengenai pendampingan orang muda. Pertama, mengajak dan mendengar dari orang muda. Kedua, menjadi fasilitator. Ketiga, membiarkan orang muda bersaksi. “Buruk baiknya mereka, itulah wajah Gereja. Ketidakmampuan mereka mengaktualisasikan dirinya, adalah ketidakmampuan gereja,” kata Monsinyur mengakhiri homilinya.
OMK yang Hilang
Homili Monsinyur John Philip Saklil tersebut menghantar 51 pendamping OMK dari 35 Keuskupan di Indonesia untuk mengikuti Rapat Pleno Komkep KWI yang berlangsung dari tanggal 3 – 6 Maret 2015 di Rumah Doa Guadalupe, Duren Sawit, Jakarta Timur.


Dalam sesi Rekoleksi hari pertama, Sekretaris Eksekutif Komkep KWI, RD. Antonius Haryanto menyampaikan tentang “Siapakah OMK yang hilang?”. “OMK yang hilang adalah mereka yang mundur dari kegiatan karena suatu sebab, mereka yang tidak kelihatan atau tidak disadari keberadaannya, mereka yang sudah melakukan hal-hal besar dan berprestasi namun tidak dikenang, dan mereka yang lenyap begitu saja,” ungkapnya.
Ini menjadi latar belakang keprihatinan dan sekaligus tanggung jawab para pendamping untuk mencari dan menemukan OMK yang hilang tersebut. Kehadiran pendamping menjadi penting terutama bagi OMK yang mengalami luka batin sehingga mereka menjadi mundur, tidak kelihatan, tidak dikenang, dan lenyap. “Yang mereka butuhkan bukan nasihat, melainkan orang lain yang hadir,” kata Stefanus Rizal, seorang motivator yang membawakan salah satu sesi dalam kegiatan ini.
Pak Rizal juga mengatakan, belum tentu orang muda ini mengerti bahwa kehidupannya yang sulit itu adalah proses untuk membentuk dan menempa dirinya. Tidak hanya itu, mereka bahkan ditinggal, dinilai, dan yang lebih parah, diabaikan. “Akibatnya, banyak OMK menghilang dan berlaih ke organisasi lainnya. Padahal, organisasi Katolik adalah modal yang cukup untuk dunia kerja”, tegasnya.
Sahabat Sepeziarahan
Oleh karenanya, penting bagi para pendamping untuk selalu menjadi Sahabat Sepeziarahan OMK. Artinya, mau berproses dan berbuat sesuatu bersama-sama. “Proses penyelamatan orang muda hanya bisa terjadi apabila kita menjadi sahabat mereka”, pesan Mgr. John.
Harapan Monsinyur adalah para pendamping bisa memposisikan diri sebagai sahabat dalam setiap pelatihan dan pendampingan yang dilakukan. Monsinyur John juga menegaskan, OMK tidak butuh dikasihani, melainkan perlu diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya. “Kita perlu mencipatakan peluang itu bagi mereka”, katanya.
Para pendamping juga diharapkan memanfaatkan buku Pedoman Sahabat Sepeziarahan yang berisi perutusan para pendamping itu sendiri. Mereka juga mendukung keberadaan buku tersebut sebagai sebuah referensi dalam pengadaan kegiatan pendampingan OMK. “Dalam Musyawarah Kaum Muda selanjutnya, Sahabat Sepeziarahan akan menjadi materi yang utama. Ini adalah langkah sosialisasi yang pertama,” ungkap Martin Radin, pendamping OMK Keuskupan Agung Palembang.
Pendampingan OMK
Selama empat hari tiga malam, peserta Rapat Pleno bersama pengurus Komkep KWI sharing mengenai pengalamannya mendampingi OMK di daerah masing-masing. Banyak program kegiatan yang dapat dilakukan yang tentunya menyesuaikan kebutuhan OMK di masing-masing Keuskupan. Komisi Kepemudaan juga diharapkan bekerjasama dengan Komisi lain dalam hal pendampingan Orang Muda.
Komkep KWI saat ini bekerjasama dengan Komisi PSE KWI dalam pembinaan orang muda yang berwirausaha. Langkah ini ditempuh selain untuk membangun kesadaran wirausaha pada orang muda, juga untuk menemukan kembali Orang Muda yang selama ini disibukkan dengan bisnisnya, dan mungkin tidak tersentuh oleh para pendamping, serta Gereja. Mereka juga adalah para OMK yang harus mengalami pendampingan.
Tujuannya sangat jelas, yaitu melanjutkan perutusan dari Yesus Kristus. Dengan mengingat hal tersebut, maka pekerjaan Pendampingan OMK hendaknya memusatkan diri pada tiga hasil umum yang mau dipanen. Pertama, pertumbuhan relasi pribadi OMK dengan Kristus Tuhannya. Kedua, pertumbuhan dan perkembangan OMK. Ketiga, kesadaran dan keterlibatan mereka dalam komunitas-komunitas Gerejawi dan juga komunitas masyarakat umum. (Sahabat Sepeziarahan Hal. 65).

Tidak ada komentar: