Selasa, 16 Juni 2015

Bentuk perserikatan dalam Gereja Katolik

1. Perserikatan Privat, yaitu perserikatan yang didirikan dengan perjanjian privat antar anggota yang berada di dalamnya untuk mengejar tujuan-tujuan yang disebut dalam KHK 298§1. (bdk. KHK 299§1). Perserikatan-perserikatan privat ini diarahkan dan dipimpin oleh kaum beriman kristiani menurut ketentuan-ketentuan statuta di dalam perserikatan tersebut. Keterlibatan dan pengaruh otoritas gerejawi terhadap perserikatan ini tergantung pada level pengakuan yang dicari oleh perserikatan tersebut. Dari paling tidak terstruktur hingga paling terstruktur, perserikatan privat dikategorikan sbb: De FactoDiakuiDipuji atau Dianjurkan dan Badan Hukum.


Perserikatan privat dengan kategori De Facto berdiri berdasarkan persetujuan umum di antara anggotanya tetapi tidak mendapatkan pengakuan dari otoritas Gereja. Karena perserikatan privat kategori ini tidak mencari pengakuan dari Gereja, statuta perserikatan tidak memerlukan penyelidikan dari otoritas gerejawi. Ketiadaan penyelidikan ini memberikan fleksibilitas yang besar dalam mengembangkan karyanya. Namun, struktur perserikatan yang kurang jelas dan kuat mendorong terjadinya konflik dan perpecahan yang akan berakibat runtuhnya perserikatan. Selain itu, ketiadaan penyelidikan oleh otoritas gerejawi juga mendorong terciptanya “persepsi kerahasiaan” di mana apa yang telah dilakukan oleh perserikatan ini, baik yang benar maupun yang salah, tidak dapat diketahui oleh Gereja. Oleh karena alasan ini, KHK menyatakan bahwa“tidak satu pun perserikatan privat kaum beriman kristiani dalam Gereja diakui, kecuali statutanya diselidiki oleh otoritas yang berwenang.” (KHK 299§3)

Perserikatan privat dengan kategori Diakui merupakan perserikatan privat de facto yang sudah mendapatkan pengakuan atas keberadaannya oleh otoritas gerejawi. Perserikatan privat ini mengizinkan statuta perserikatan diselidiki oleh otoritas gerejawi yang berkompeten. Dalam status Diakui ini, dialog dan kerjasama yang lebih baik di antara para anggota perserikatan privat dan hierarki Gereja perlu lebih diupayakan dan didorong. Perserikatan privat Diakui ini memiliki otonomi yang sama dengan perserikatan privat De Facto.

Perserikatan privat dengan kategori Dipuji atau Dianjurkan namun tidak memiliki status Badan Hukum memiliki otonomi dan fleksibilitas yang sama dengan dua kategori perserikatan privat sebelumnya. Perbedaan utamanya adalah pada level penyelidikan oleh otoritas gerejawi yang berkompeten. Sementara Kitab Hukum Kanonik tidak secara eksplisit menyatakan bahwa uskup atau ordinaris lokal harus menerima statuta perserikatan sebelum memuji dan menganjurkan perserikatan tersebut, tentu jelas bahwa tidak akan ada uskup yang memuji dan menganjurkan perserikatan yang tidak dia setujui keberadaannya. Bila perserikatan menghendaki pujian dan rekomendasi dari uskup, hal ini juga berarti perserikatan harus siap menerima kritik dan saran dari uskup tersebut.

Yang terakhir, perserikatan privat dapat menerima status Badan Hukum. Hal ini hanya terjadi setelah otoritas gerejawi yang berkompeten telah menyelidiki dan menerima statuta perserikatan dan mengeluarkan dekrit resmi yang memberikan status Badan Hukum. (KHK 322). Meskipun perserikatan ini merupakan perserikatan privat yang paling terstruktur, KHK 322 secara eksplisit menyebutkan bahwa penerimaan statuta oleh otoritas gerejawi tidak dapat mengubah sifat privatdari perserikatan tersebut. Hal ini secara jelas menunjukkan tujuan dari Kitab Hukum Kanonik untuk melindungi otonomi perserikatan privat dan mengizinkan umat beriman untuk diarahkan dan dipimpin oleh kaum beriman kristiani menurut ketentuan-ketentuan statuta perserikatan tersebut (bdk. KHK 321). Dengan status ini, perserikatan privat memiliki hak dan kewajibannya sendiri dalam hukum Gereja. Perserikatan privat yang paling umum kita lihat di sekitar kita adalah perserikatan privat yang sudah berstatus Badan Hukum, seperti Legio Maria, Serikat Santo Vinsensius, Konfraternitas St. Benediktus dan Corpus Christianum.

Sebagai perserikatan yang otonom dari struktur resmi Gereja, semua perserikatan privat dapat secara bebas memilih pemimpin dan pengurusnya sendiri dan bebas mengurusi harta benda yang mereka miliki. Di samping itu, perserikatan privat bila menginginkan seorang penasihat rohani, dapat dengan bebas memilihnya di antara para imam yang melaksanakan pelayanan dengan legitim di keuskupan; tetapi tetap membutuhkan peneguhan Ordinaris wilayah. (bdk. KHK 324 dan 325)

2. Perserikatan Publik, yaitu perserikatan yang didirikan oleh otoritas gerejawi yang berwenang yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain yang menurut hakikatnya menjadi kewenangan otoritas gerejawi tersebut. (bdk. KHK 301). Dalam dekrit pendirian perserikatan ini, otoritas gerejawi yang berkompeten harus memberikan status Badan Hukum terhadap perserikatan publik tersebut dan memberikan sebuah misi atau pengutusan yang secara resmi dilakukan atas nama Gereja (bdk.KHK 313). Hanya Tahta Suci, Konferensi Para Uskup dan Uskup Diosesan yang memiliki otoritas untuk mendirikan perserikatan publik (KHK 312). Sebelum mengeluarkan dekrit pendirian, otoritas gerejawi yang berkompeten harus telah menerima statuta perserikatan tersebut (KHK 314).

Hanyalah otoritas gerejawi yang berwenang berhak mendirikan perserikatan kaum beriman kristiani yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain, yang penyelenggaraannya menurut hakikatnya direservasi pada otoritas gerejawi itu (KHK. 301§1). Sebagai persekutuan publik, para anggota perserikatan bertindak dalam nama Gereja ketika memenuhi tujuan perserikatan. Karena sifat publik-nya, otoritas yang mendirikan perserikatan publik tersebut memiliki pengawasan langsung atas perserikatan dan secara khusus memiliki hak untuk meneguhkan pemimpinperserikatan publik yang terpilih, untuk mengangkat orang yang dicalonkan sebagai pemimpin perserikatan atau menunjuk seseorang menjadi pemimpin perserikatan berdasarkan statuta perserikatan; serta mengangkat kapelan atau asisten gerejawi bagi perserikatan tersebut. (bdk.KHK 317§1). Otoritas yang mendirikan perserikatan publik tersebut juga memiliki hak untuk menunjuk komisaris yang memimpin perserikatan atas namanya untuk sementara (KHK 318§1), hak untuk memberhentikan pemimpin perserikatan karena alasan yang adil, hak untuk mengurusi dan mengaudit harta-benda yang dimiliki perserikatan serta sumbangan dan derma yang diterima oleh perserikatan. (KHK 319). Contoh dari Perserikatan Publik ini adalah The Marian Catechist Apostolate dan Militia Immaculata, .

3. Perserikatan Klerikal, yaitu perserikatan-perserikatan kaum beriman yang, berada dibawah pimpinan klerikus (kaum tertahbis), mengemban pelaksanaan kuasa tahbisan suci dan diakui demikian oleh otoritas yang berwenang. (KHK 302) Contohnya Franciscan Missionaries of the Eternal WordWork of Jesus High Priest, dan The Servants of the Sacred Heart of Jesus, Mary, and Joseph.

4. Ordo-ordo Ketiga adalah perserikatan-perserikatan yang para anggotanya dalam dunia mengambil bagian dalam semangat suatu tarekat religius dan dibawah kepemimpinan lebih tinggi tarekat itu menjalani hidup kerasulan dan mengejar kesempurnaan kristiani. Contohnya: Ordo Fransiskan Sekuler (OFS), Ordo Ketiga Karmelit (Third Order of Carmelite), Dominikan Awam, dan Passionis Awam.

Setiap perserikatan-perserikatan kaum beriman kristiani, berdasarkan Kitab Hukum Kanonik, tidak boleh menggunakan nama “Katolik” sebagai nama perserikatannya tanpa adanya izin resmi dari otoritas gerejawi yang berkompeten (KHK 216, 300, 803§3, 808). Meskipun norma ini sering tidak diketahui dan sering tidak ditaati, norma ini dibuat dengan maksud untuk melindungi umat beriman dari kelompok-kelompok yang tidak menunjukkan atau mengajarkan iman yang benar, iman Katolik. Tidak jarang ada kelompok-kelompok yang sengaja memakai nama “Katolik” sebagai namanya lalu melakukan tindakan yang tercela dan sesat. Hal ini tentu dapat pula menyesatkan kaum beriman. Mereka bisa terpengaruh, tersesatkan atau memandang negatif Gereja Katolik. Oleh karena itu, setiap perserikatan kaum beriman yang menggunakan nama “Katolik” sebagai nama perserikatannya harus memiliki bukti izin resmi penggunaan dari otoritas gerejawi yang berkompeten.

Allah menciptakan kita sebagai makhluk sosial. Dan karena kita adalah makhluk sosial pula, Kristus mendirikan Gereja sebagai persekutuan atau komunitas umat Allah yang digembalakan oleh Paus dan Para Uskup yang berada dalam persatuan dengan Paus. Gereja Katolik, sebagai satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Kristus di atas St. Petrus Sang Batu Karang (Mat 16:18) menyadari pentingnya umat beriman berpartisipasi, mengambil bagian dalam misi Gereja di dunia. Untuk melibatkan umat beriman dalam misi Gereja, Gereja mendorong berdirinya perserikatan-perserikatan kaum beriman di setiap wilayah gerejawi. Orang-orang beriman kristiani hendaknya pula menggabungkan diri terutama pada perserikatan-perserikatan yang didirikan, dipuji atau dianjurkan otoritas gerejawi yang berwenang. Dengan demikian kita bisa melihat secara nyata Gereja sebagai Umat Allah yang berziarah di dunia ini.

Pax et Bonum, Severinus Klemens

Referensi:
1. Christifidelis, the newsletter of the St. Joseph Foundation, September 8, 1997
5. KHK 1983 (diambil dari imankatolik.or.id)


Ket: KHK di atas dipromulgasikan tahun 1983 dengan ketentuan-ketentuan yang baru mengenai perserikatan kaum beriman kristiani. Sementara itu, Legio Maria dan Serikat Santo Vinsensian berdiri jauh sebelum ketentuan-ketentuan mengenai perserikatan privat dibuat. Namun, karena penulis melihat Legio Maria dan Serikat Santo Vinsensian memenuhi kriteria yang dimaksud dalam KHK 1983 mengenai Perserikatan Publik yang berstatus Badan Hukum, penulis menggolongkan kedua serikat ini ke dalam kategori tersebut.

Tidak ada komentar: