Salah
satu kendala atas ketidakmampuan satu masyarakat untuk membawa sebuah impian
kesejahteraan dan kedamaian hidup adalah lemahnya dibidang ekonomi. Sejurus
dengan kelemahan ekonomi ini bermula dari lemahnya sumber daya manusia (SDM)
itu sendiri.
SDM tidak
cukup dilihat dari dasar pendidikan dan status sosialnya. Banyak orang dengan
pendidikan tinggi, memiliki status sosial yang tinggi, mereka sangat pintar
memperkuat dirinya tetapi tidak cukup cerdas untuk membawa kekuatan bagi
lingkungan sekitarnya.
Semua diantara kita pasti mempunyai keinginan yang sama
dalam hidup yaitu ingin mencapai keberhasilan atau sukses yang
setinggi-tingginya. Kesuksesan adalah derajat keberhasilan seseorang dalam
pemenuhan subjektif terhadap kebutuhan hidupnya, material maupun spiritual baik
secara kuantitatif maupun kualitatif.
Mengejar
kesuksesan hidup secara keseluruhan memang merupakan idaman bagi setiap orang.
Yang menjadi permasalahan, adalah bahwa kesuksesan itu kerap kali terasa
sebagai sesuatu hal yang tidak mudah atau bahkan sangat sukar sekali untuk
dicapai bagi kebanyakan orang. Dan pada skala yang lebih ekstrim bahkan dapat
terasa sebagai hal yang tidak mungkin dapat dicapai oleh sekelompok orang
tertentu. Sehingga makna sukses dari setiap orang akan berbeda, didasarkan pada
tingkat sosial, ekonomi, juga pendidikan.
Kebanyakan
orang sukses merasa belum sukses
Tidak
jauh untuk mengambil beberapa pengalaman sukses yang terjadi pada anggota
Credit Union. Sebagian besar dari mereka pula menginginkan kesuksesan yang
ideal bagi dirinya karena sampai hari ini ‘merasa belum sukses’.
Salah
seorang anggota impiannya untuk memiliki kambing telah terpenuhi. Anggota CU
dengan posisi pertama ini masih mengejar kesuksesan lain, menambah kambing
menjadi lebih banyak. Dimulai dengan modal yang kecil yang hanya 60 ribu perak,
ia mendapatkan tambahan 500 ribu dari CU untuk mewujudkan impiannya memiliki
kambing. Sebanyak 5 kali pula angsuran dikembalikan. Sementara modal yang
dikembangkan dalam CU kembali utuh bahkan terus bertambah, hari ini ia juga
memiliki kambing untuk menjamin keberlangsungan mata pencaharian yang dapat
menambah pendapatan keuangan keluarga.
Dilain
bagian seorang anggota lainnya, telah dapat mengakses modal tambahan dari CU
untuk pengembangan usaha dagangnya hingga 3 juta setengah. Layaknya anggota CU
lainnya, ia pun memulainya dengan hal yang kecil yakni 60 ribu perak.
Ada juga
dari sebagian anggota CU memanfaatkan akses modal tersebut untuk biaya tanam
bagi lahan pertaniannya. Berbeda dengan yang lain, untuk usaha sejenis
pertanian pengembalian tambahan modal berdasarkan musim panen seperti padi atau
dalam istilah CU disebut model musiman.
Semua
anggota CU memulai dengan hal yang kecil, pelan-pelan, dilakukan secara sukacita,
tentu dengan niat yang baik.
Ukuran
materi dan status sosial
Dalam
kenyataan sehari-hari, biasanya gambaran seseorang mengenai kesuksesan atau
keberhasilan masa depannya lebih bersifat subjektif. Subjektifitas ini dibentuk
oleh pengaruh dari dalam diri (internal) maupun dari masyarakat atau lingkungan
(eksternal).
Hal
inilah yang membuat sebagian besar pandangan orang terhadap pengertian
kesuksesan itu tidak proposional, tidak seimbang pada tempatnya, cenderung
berat sebelah yaitu ke masalah materi dan status sosial dan cenderung
menggunakan kacamata orang lain untuk menilai dirinya sendiri.
Untuk sukses tentu saja
tidak hanya ada satu jalan saja, karena ternyata semua jalan yang ada pada
dasarnya dapat membawa kita menuju ke kesuksesan. Sukses dalam materi dan
status sosial adalah cita-cita semua orang namun sukses dalam membahagiakan
orang hanya mampu dilakukan oleh segelintir saja. Apakah tidak termasuk sukses,
jika berbagi dan meringankan beban orang sehingga mereka pun menjadi berdaya?
Keluarga
yang selama ini kita kenal terdiri dari ayah, ibu dan beberapa anak. Dalam
pengetahuan lain, jaman SD terdahulu, keluarga adalah kelompok atau organisasi
terkecil dalam masyarakat terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dalam satu atap, bahkan WHO menegaskan dengan istilah pertalian
darah.
Benarkah
demikian? Bagaimana kalau sesuatu terjadi dalam sebuah kelompok, yang sama
sekali tidak mengandung struktur orang tua dan anak, atau pula tidak terjadi
pertalian darah, namun sering terucap: “dia itu saudaraku” bahkan lebih dari
sekedar saudara “beliau adalah bapak saya”.
Dua
istilah, ‘saudara dan bapak’ hadir dalam status keluarga. Kalau diurut,
darimana hubungan itu terjadi? Bukankah sebelumnya tidak saling mengenal?
Mengapa bisa muncul sebuah pengakuan?
Makna
dari keluarga ialah cinta dan kasih sayang. Keluarga selayaknya tidak untuk
saling melukai, keluarga saling mendukung, menjaga dan melindungi. Saat kasih
sayang hadir, tiada batas untuk menyebut keluarga dan melebihinya dari sekedar
pertalian darah.
Jika saja
penangkapan keluarga berdasar pada nilai dan bukan pada status, mestinya kita
akan mendapatkan kebahagiaan, bukannya satu dari kita saja yang bahagia.
Seperti halnya membangun kepercayaan. Kepercayaan tidak bisa menggantungkan
pada satu pihak. Kepercayaan terjadi jika dua sisi saling memberi dan menerima.
Seperti layaknya listrik yang mengandung muatan negatif dan positif atau magnet
dengan plus-minus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar