Kebiasaan Gereja sejak dahulu kala menunjukkan bahwa setiap orang harus
memeriksa batinnya dengan mendalam, dan bahwa setiap orang yang sadar telah
melakukan dosa berat tidak boleh menyambut Tubuh Tuhan kalau tidak terlebih
dahulu menerima Sakramen Tobat, keculai jika ada alasan berat dan tidak
tersedia kemungkinan untuk mengaku dosa; dalam hal ini ia harus ingat bahwa ia
harus membuat doa tobat sempurna, dan dalam doa ini dengan sendirinya tercantum
maksud untuk mengaku dosa secepat mungkin. [RS 81]
Pasti amat baik apabila semua yang mengambil bagian dalam perayaan Misa
Kudus –dengan disposisi yang perlu- menyambut komuni. Akan tetapi kadang-kadang
terjadi bahwa umat beriman mendekati altar seperti suatu rombongan tanpa
keyakinan pribadi. Adalah kewajiban para Pastor untuk dengan bijaksana namun
dengan tegas juga memperbaiki penyelewengan yang demikian. [RS 83]
Selain itu, bila Misa dirayakan untuk suatu himpunan besar, misalnya di
kota-kota besar, harus diperhatikan jangan-jangan –karena tidak tahu- ada orang
yang bukan Katolik atau malah bukan Kristen, maju ke depan untuk menyambut
komuni suci, tanpa mengindahkan ajaran dan peraturan Gereja. Para Pastor wajib
untuk pada saat yang tepat memberitahukan kepada para hadirin tentang kekhasan
peraturan yang harus ditaati. [RS 84]
Pelayan-pelayan Katolik diizinkan menerimakan Sakramen-sakramen hanya
kepada orang Katolik. Dan orang Katolik hanya diizinkan menerimanya dari
pelayan Katolik. [RS 85]
Ketika menyambut komuni, umat hendaknya berlutut atau berdiri, sesuai
dengan apa yang ditetapkan oleh Konferensi Uskup, yang keputusannya diberi
recognitio oleh Takhta Apostolik. Tetapi jika komuni disambut sambil berdiri,
maka hendaklah umat memberi suatu tanda hormat sebelum menyambut Sakramen,
seturut ketetapan yang sama. [RS 90]
Perlu diingat bahwa dalam membagi Komuni, para pelayan rohani tidak boleh
menolak pelayanan sakramen kepada orang yang memintanya secara wajar,
berdisposisi baik, serta tidak tehalang oleh hukum untuk menerimanya. Oleh
karena itu, setiap orang Katolik yang tidak terhalang oleh hukum, harus
diperbolehkan menyambut komuni. Maka tidak dapat dibenatrkan jika komuni
ditolak kepada siapa pun diantara umat beriman hanya berdasarkan fakta misalnya
bahwa orang yang bersangkutan mau menyambut komuni sambil berlutut atau sambil
berdiri. [RS 91]
Walaupun tiap orang tetap selalu berhak menyambut komuni dengan lidah jika
ia menginginkan demikian, namun kalau ada orang yang ingin menyambut komuni di
tangan, di wilayah-wilayah di mana Konferensi Uskup setempat, dengan recognitio
oleh Takhta Apostolik yang telah mengizinkannnya, maka hosti harus diberikan
kepadanya. Akan tetapi harus diperhatikan baik-baik agar hosti dimakan oleh si
penerima pada saat masih berada di hadapan petugas komuni; sebab orang tidak
boleh menjauhkan diri sambil membawa Roti Ekaristi di tangan. Jika ada bahaya
profanisasi, maka hendaknya komuni suci tidak diberikan di tangan. [RS 92]
Umat tidak diizinkan mengambil sendiri –apalagi meneruskan kepada orang
lain- Hosti kudus atau Piala kudus. Dalam konteks ini harus ditinggalkan juga
penyimpangan di mana kedua mempelai saling menerimakan komuni dalam Misa
Perkawinan. [RS 94]
Anggota umat awam yang sudah menerima Ekaristi Mahakudus, boleh menerimanya
lagi pada hari yang sama, namun hanya dalam perayaan ekaristi yang dihadirinya
sambil memperhatikan ketetapan kanon 921§ 2. [RS 95]
Haruslah ditiadakan kebiasaan sebelum Misa Kudus atau sementara Misa
berlangsung, membagi-bagi hosti yang belum dikonseklir atau bahan lain yang
bisa atau tidak bisa dimakan, menurut tata cara komuni, karena ini berlawanan
dengan ketetapan-ketetapan dalam buku-buku litrurgi. Kebiasaan yang demikian
sama sekali tidak sesuai dengan tradisi Ritus Romawi, dan membawa serta bahaya
yakni membingungkan uimat beriman tentang ajaran Gereja mengenai Ekaristi. [RS
96]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar