1. Perserikatan Privat, yaitu perserikatan yang didirikan dengan perjanjian
privat antar anggota yang berada di dalamnya untuk mengejar tujuan-tujuan yang
disebut dalam KHK 298§1. (bdk. KHK 299§1). Perserikatan-perserikatan
privat ini diarahkan dan dipimpin oleh kaum beriman kristiani menurut
ketentuan-ketentuan statuta di dalam perserikatan tersebut. Keterlibatan dan
pengaruh otoritas gerejawi terhadap perserikatan ini tergantung pada level
pengakuan yang dicari oleh perserikatan tersebut. Dari paling tidak terstruktur
hingga paling terstruktur, perserikatan privat dikategorikan sbb: De
Facto, Diakui, Dipuji atau Dianjurkan dan Badan
Hukum.
Perserikatan privat dengan kategori De Facto berdiri
berdasarkan persetujuan umum di antara anggotanya tetapi tidak mendapatkan
pengakuan dari otoritas Gereja. Karena perserikatan privat kategori ini tidak
mencari pengakuan dari Gereja, statuta perserikatan tidak memerlukan
penyelidikan dari otoritas gerejawi. Ketiadaan penyelidikan ini memberikan
fleksibilitas yang besar dalam mengembangkan karyanya. Namun, struktur
perserikatan yang kurang jelas dan kuat mendorong terjadinya konflik dan
perpecahan yang akan berakibat runtuhnya perserikatan. Selain itu, ketiadaan
penyelidikan oleh otoritas gerejawi juga mendorong terciptanya “persepsi
kerahasiaan” di mana apa yang telah dilakukan oleh perserikatan ini, baik yang
benar maupun yang salah, tidak dapat diketahui oleh Gereja. Oleh karena alasan
ini, KHK menyatakan bahwa“tidak satu pun perserikatan privat kaum beriman
kristiani dalam Gereja diakui, kecuali statutanya diselidiki oleh otoritas yang
berwenang.” (KHK 299§3)
Perserikatan privat dengan kategori Diakui merupakan
perserikatan privat de facto yang sudah mendapatkan pengakuan
atas keberadaannya oleh otoritas gerejawi. Perserikatan privat ini mengizinkan
statuta perserikatan diselidiki oleh otoritas gerejawi yang berkompeten. Dalam
status Diakui ini, dialog dan kerjasama yang lebih baik di
antara para anggota perserikatan privat dan hierarki Gereja perlu lebih
diupayakan dan didorong. Perserikatan privat Diakui ini
memiliki otonomi yang sama dengan perserikatan privat De Facto.
Perserikatan privat dengan kategori Dipuji atau Dianjurkan namun
tidak memiliki status Badan Hukum memiliki otonomi dan fleksibilitas yang sama
dengan dua kategori perserikatan privat sebelumnya. Perbedaan utamanya adalah
pada level penyelidikan oleh otoritas gerejawi yang berkompeten. Sementara
Kitab Hukum Kanonik tidak secara eksplisit menyatakan bahwa uskup atau
ordinaris lokal harus menerima statuta perserikatan sebelum memuji dan
menganjurkan perserikatan tersebut, tentu jelas bahwa tidak akan ada uskup yang
memuji dan menganjurkan perserikatan yang tidak dia setujui keberadaannya. Bila
perserikatan menghendaki pujian dan rekomendasi dari uskup, hal ini juga
berarti perserikatan harus siap menerima kritik dan saran dari uskup tersebut.
Yang terakhir, perserikatan privat dapat menerima status Badan
Hukum. Hal ini hanya terjadi setelah otoritas gerejawi yang berkompeten
telah menyelidiki dan menerima statuta perserikatan dan mengeluarkan dekrit
resmi yang memberikan status Badan Hukum. (KHK 322). Meskipun
perserikatan ini merupakan perserikatan privat yang paling terstruktur, KHK 322
secara eksplisit menyebutkan bahwa penerimaan statuta oleh otoritas gerejawi
tidak dapat mengubah sifat privatdari perserikatan tersebut. Hal
ini secara jelas menunjukkan tujuan dari Kitab Hukum Kanonik untuk melindungi
otonomi perserikatan privat dan mengizinkan umat beriman untuk diarahkan dan
dipimpin oleh kaum beriman kristiani menurut ketentuan-ketentuan statuta
perserikatan tersebut (bdk. KHK 321). Dengan status ini,
perserikatan privat memiliki hak dan kewajibannya sendiri dalam hukum Gereja.
Perserikatan privat yang paling umum kita lihat di sekitar kita adalah
perserikatan privat yang sudah berstatus Badan Hukum, seperti Legio
Maria, Serikat Santo Vinsensius, Konfraternitas St. Benediktus dan Corpus
Christianum.
Sebagai perserikatan yang otonom dari struktur resmi Gereja, semua
perserikatan privat dapat secara bebas memilih pemimpin dan pengurusnya sendiri
dan bebas mengurusi harta benda yang mereka miliki. Di samping itu,
perserikatan privat bila menginginkan seorang penasihat rohani, dapat dengan
bebas memilihnya di antara para imam yang melaksanakan pelayanan dengan legitim
di keuskupan; tetapi tetap membutuhkan peneguhan Ordinaris wilayah. (bdk.
KHK 324 dan 325)
2. Perserikatan Publik, yaitu perserikatan yang didirikan oleh otoritas
gerejawi yang berwenang yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas
nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan
lain yang menurut hakikatnya menjadi kewenangan otoritas gerejawi tersebut. (bdk.
KHK 301). Dalam dekrit pendirian perserikatan ini, otoritas gerejawi yang
berkompeten harus memberikan status Badan Hukum terhadap
perserikatan publik tersebut dan memberikan sebuah misi atau pengutusan yang
secara resmi dilakukan atas nama Gereja (bdk.KHK 313). Hanya Tahta Suci,
Konferensi Para Uskup dan Uskup Diosesan yang memiliki otoritas untuk
mendirikan perserikatan publik (KHK 312). Sebelum mengeluarkan dekrit
pendirian, otoritas gerejawi yang berkompeten harus telah menerima statuta
perserikatan tersebut (KHK 314).
Hanyalah otoritas gerejawi yang berwenang berhak mendirikan perserikatan
kaum beriman kristiani yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama
Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain, yang
penyelenggaraannya menurut hakikatnya direservasi pada otoritas gerejawi itu
(KHK. 301§1). Sebagai persekutuan publik, para anggota perserikatan bertindak
dalam nama Gereja ketika memenuhi tujuan perserikatan. Karena sifat
publik-nya, otoritas yang mendirikan perserikatan publik tersebut memiliki
pengawasan langsung atas perserikatan dan secara khusus memiliki hak
untuk meneguhkan pemimpinperserikatan publik yang
terpilih, untuk mengangkat orang yang dicalonkan sebagai
pemimpin perserikatan atau menunjuk seseorang menjadi pemimpin
perserikatan berdasarkan statuta perserikatan; serta mengangkat kapelan
atau asisten gerejawi bagi perserikatan tersebut. (bdk.KHK 317§1).
Otoritas yang mendirikan perserikatan publik tersebut juga memiliki hak
untuk menunjuk komisaris yang memimpin perserikatan atas namanya untuk
sementara (KHK 318§1), hak untuk memberhentikan pemimpin perserikatan
karena alasan yang adil, hak untuk mengurusi dan mengaudit harta-benda
yang dimiliki perserikatan serta sumbangan dan derma yang diterima oleh
perserikatan. (KHK 319). Contoh dari Perserikatan Publik ini adalah The
Marian Catechist Apostolate dan Militia Immaculata, .
3. Perserikatan Klerikal, yaitu perserikatan-perserikatan kaum
beriman yang, berada dibawah pimpinan klerikus (kaum tertahbis), mengemban
pelaksanaan kuasa tahbisan suci dan diakui demikian oleh otoritas yang
berwenang. (KHK 302) Contohnya Franciscan Missionaries of the Eternal
Word, Work of Jesus High Priest, dan The Servants
of the Sacred Heart of Jesus, Mary, and Joseph.
4. Ordo-ordo Ketiga adalah perserikatan-perserikatan
yang para anggotanya dalam dunia mengambil bagian dalam semangat suatu tarekat
religius dan dibawah kepemimpinan lebih tinggi tarekat itu menjalani hidup
kerasulan dan mengejar kesempurnaan kristiani. Contohnya: Ordo
Fransiskan Sekuler (OFS), Ordo Ketiga Karmelit (Third Order of Carmelite),
Dominikan Awam, dan Passionis Awam.
Setiap perserikatan-perserikatan kaum beriman kristiani, berdasarkan Kitab
Hukum Kanonik, tidak boleh menggunakan nama “Katolik” sebagai nama
perserikatannya tanpa adanya izin resmi dari otoritas gerejawi yang berkompeten
(KHK 216, 300, 803§3, 808). Meskipun norma ini sering tidak diketahui dan
sering tidak ditaati, norma ini dibuat dengan maksud untuk melindungi umat
beriman dari kelompok-kelompok yang tidak menunjukkan atau mengajarkan iman
yang benar, iman Katolik. Tidak jarang ada kelompok-kelompok yang sengaja
memakai nama “Katolik” sebagai namanya lalu melakukan tindakan yang tercela dan
sesat. Hal ini tentu dapat pula menyesatkan kaum beriman. Mereka bisa
terpengaruh, tersesatkan atau memandang negatif Gereja Katolik. Oleh karena
itu, setiap perserikatan kaum beriman yang menggunakan nama “Katolik” sebagai
nama perserikatannya harus memiliki bukti izin resmi penggunaan dari otoritas
gerejawi yang berkompeten.
Allah menciptakan kita sebagai makhluk sosial. Dan karena kita adalah
makhluk sosial pula, Kristus mendirikan Gereja sebagai persekutuan atau
komunitas umat Allah yang digembalakan oleh Paus dan Para Uskup yang berada
dalam persatuan dengan Paus. Gereja Katolik, sebagai satu-satunya Gereja yang
didirikan oleh Kristus di atas St. Petrus Sang Batu Karang (Mat 16:18)
menyadari pentingnya umat beriman berpartisipasi, mengambil bagian dalam misi
Gereja di dunia. Untuk melibatkan umat beriman dalam misi Gereja, Gereja
mendorong berdirinya perserikatan-perserikatan kaum beriman di setiap wilayah
gerejawi. Orang-orang beriman kristiani hendaknya pula menggabungkan diri
terutama pada perserikatan-perserikatan yang didirikan, dipuji atau dianjurkan
otoritas gerejawi yang berwenang. Dengan demikian kita bisa melihat secara
nyata Gereja sebagai Umat Allah yang berziarah di dunia ini.
Pax et Bonum, Severinus Klemens
Referensi:
1. Christifidelis, the newsletter of the St. Joseph Foundation, September
8, 1997
5. KHK 1983 (diambil dari imankatolik.or.id)
Ket: KHK di atas dipromulgasikan tahun 1983 dengan ketentuan-ketentuan yang
baru mengenai perserikatan kaum beriman kristiani. Sementara itu, Legio Maria
dan Serikat Santo Vinsensian berdiri jauh sebelum ketentuan-ketentuan mengenai
perserikatan privat dibuat. Namun, karena penulis melihat Legio Maria dan
Serikat Santo Vinsensian memenuhi kriteria yang dimaksud dalam KHK 1983
mengenai Perserikatan Publik yang berstatus Badan Hukum, penulis menggolongkan
kedua serikat ini ke dalam kategori tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar