Dalam sejarah Ekaristi muncul banyak istilah. Kenyataan ini menunjukkan banyaknya pemahaman dan pengartian Gereja atas misteri Ekaristi. Selain itu, Ekaristi merupakan misteri iman yang tidak pernah habis digali.
- Ekaristi: Berasal dari bahasa Yunani eucharistia yang
berarti puji syukur. Kata kerja eucharistein yang berarti
memuji, mengucap syukur (bdk Mat 26:27; Lk 22:19.20). Ada kesamaan dengan
eulogein yang berarti memuji-bersyukur. Dua kata ini sering digunakan
untuk menerjemahkan barekh dalam bahasa Ibrani yang
berarti memuji, memberkati. Kata bendanyan barekhah berarti
pujian, syukur. Istilah ini digunakan Gereja perdana sampai abad keempat
dan selanjutnya digunakan istialh “kurban” (sacrificium)dan
“persembahan” (oblatio). Istilah ini muncul kembali dalam
Konsili Vatikan II.
- Misa: Istilah ini populer dalam Gereja Barat
sejak abad V-VI sampai saat ini. Istilah ini muncul dari rubrik pembubaran
umat “Ite missa est”. Istilah ini mau menekankan aspek
perutusan kita sebagai murid Kristus.
- Pemecahan
Roti: Istilah
ini berasal dari tradisi doa syukur sebelum perjamuan keluarga Yahudi dan
digunakan untuk menekankan kesatuan kita dengan Tuhan dan sesama.
- Perjamuan
Tuhan (Dominica Cena): Istilah ini digunakan untuk menunjukkan
aspek eskatologis perayaan Ekaristi (bdk Mat 25:10. Mat 22:1-10) . Paulus
menggunakan istilah ini untuk menghubungkan Ekaristi dengan kedatangan
Tuhan pada akhir zaman (1Kor 11:26).
- Sacrificium dan OblatioIstilah “kurban” (sacrificium) dan
“Persembahan”(oblatio) populer
dalam Gereja sejak abad IV sampai dengan Konsili Vatikan II. Istilah ini
berhubungan dengan persembahan material yang dibawa umat ke altar.
Ekaristi Dalam Ajaran Konsili Vatikan II
Konsili Vatikan II menyampaikan ajaran mengenai Ekaristi dalam berbagai dokumen, terutama Konstitusi Lumen Gentium, Sacrosanctum Concilium dan dekret Pressbyterorum Ordinis. Namun tidak ada suatu tulisan khusus dan sistematis tentang Ekaristi yang dihasilkan Konsili Vatikan II.
1. Dasar Kristologis
Ekaristi ditetapkan dan diperintahkan oleh Yesus sendiri pada perjamuan malam terakhir sebagai kenangan akan diri-Nya dan karya penebusan-Nya yang berpuncak pada wafat dan kebangkitan-Nya. Kristus merupakan dasar yang memberi makna kepada perayaan Ekaristi. Karena itu dalam Kristus Ekaristi menjadi sangat kaya akan makna.
- Ekaristi
sebagai Kurban. Ajaran
Konsili Vatikan II tentang Ekaristi sebagai kurban berhubungan erat dengan
tradisi teologis. Konsili Trente menegaskan bahwa “Kurban Misa identik
dengan kurban salib Kristus dan perbedaan keduanya terletak dalam
cara”. Konsili Vatikan II menghubungkan kurban Ekaristi dengan
perjamuan malam terakhir dan kurban salib. Kurban Salib Kristus dirayakan
dan dihadirkan pada setiap perayaan Ekaristi. Kurban Ekaristi dan kurban
salib merupakan satu kesatuan. Ekaristi merupakan satu kurban dalam mana
Yesus Kristus mengabadikan kurban salib-Nya yang sekali untuk selamanya
itu di dalam, melalui dan dengan Gereja.
- Ekaristi
sebagai perayaan kenangan (Anamnese). Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa dalam
Perayaan Ekaristi, kurban salib Kristus yang sekali untuk selamanya itu
kini dikenang, artinya dihadirkan dalam Gereja. Namun, kurban salib
Kristus yang satu dan sama itu dirayakan oleh Kristus melalui dan bersama
dengan Gereja-Nya dalam rupa lambang, yaitu roti dan anggur.
- Ekaristi
sebagai Sakramen. Konsili
Vatikan II menyatakan bahwa Kristus “mempercayakan kepada Gereja,
Mempelai-Nya yang terkasih, kenangan wafat dan kebangkitan-Nya: sakramen
cinta kasih, lambang kesatuan ikatan cinta kasih” (SC 47). Ekaristi yang
menghadirkan kurban salib Kristus itu disebut juga sakramen. Konsep
sakramen dan kurban tidak terpisahkan. Istilah ini menunjukkan kehadiran
Kristus(realis praesentia) dalam Sakramen Mahakudus atau hosti
suci.
- Ekaristi
sebagai Perjamuan. Konsili
Vatikan II juga mengajarkan Ekaristi sebagai perjamuan Paskah (SC 47).
Istilah perjamuan harus dipahami dalam kaitan dengan konsep Ekaristi
sebagai kenangan. Istilah perjamuan mau menunjukkan makna perjamuan dari
Ekaristi yang berpangkal dari perjamuan malam terakhir Yesus, yang dalam
tradisi sinoptik merupakan perjamuan Paskah (Yahudi).
2. Dimensi Eklesiologis
- Ekaristi
sebagai Perayaan Gereja. Konsili
Vatikan II (SC 47) menegaskan bahwa Ekaristi adalah sesuatu yang ditetapkan
yakni “dipercayakan” oleh Kristus kepada Gereja. Dalam Ekaristi Gereja
mengungkapkan dan melaksanakan dirinya sebagai sakramen keselamatan Allah.
Dalam Ekaristi terbentuk dan lahirlah Gereja. Ekaristi adalah perayaan
seluruh Gereja (SC 48) yang menuntut keikutsertaan aktif seluruh umat.
- Ekaristi
sebagai Pusat Liturgi. Misteri
Ekaristi dipandang oleh Vatikan II sebagai pusat seluruh liturgi (SC 6),
karena dalam kurban ilahi Ekaristi terlaksana karya penebusan kita (SC 2).
Ekaristi merupakan sumber yang mengalirkan rahmat kepada kita.
- Ekaristi
sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Gereja. Konsili Vatikan II (LG 11) menegaskan bahwa
Ekaristi adalah sumber dan puncak kehidupan Gereja. Ekaristi adalah sumber
yang mengalirkan rahmat yang dibutuhkan oleh Gereja dalam kegiatan
hidupnya sehari-hari dan mengarahkan hidupnya untuk kembali bersyukur
dalam Ekaristi. Ekaristi tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari. Hidup
adalah sebuah ibadah (Rm 12:1; Yak 1:26-27).
3. Aspek Teologis Rahmat
Konsili Vatikan II (SC 47) menegaskan daya guna Ekaristi.dengan mengatakan: “Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikurniai jaminan kemuliaan yang akan datang”. Dalam Ekaristi umat beriman menerima rahmat keselamatan dan rahmat kesatuan dengan Kristus serta sesama.
4. Prespektif Eskatologis
Ekaristi merupakan kurnia eskatologis. Dalam Ekaristi yang dirayakan Gereja di dunia ini, “kita ikut mencicipi liturgi surgawi, yang dirayakan di kota suci Yerusalem, tujuan peziarahan kita” (SC 8). Perayaan Ekaristi adalah perayaan perjamuan surgawi di bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar