“Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5, 8)
Minggu kemaren banyak anak-anak yang menerima komuni pertama di banyak paroki. Mereka memakai pakaian putih-putih. Bahkan ada yang memakai mahkota bunga yang berwarna putih juga. Banyak juga anak-anak yang memegang lilin berwarna putih. Setelah penerimaan komuni pertama selesai, banyak anak-anak yang berfoto bersama orang tua dan pastor paroki dalam suasana gembira, ceria dan banyak senyum. Suasana bahagia terpancar dalam wajah anak-anak itu.
Banyak orang memakai pakaian warna putih dalam acara atau peristiwa khusus. Warna putih merupakan lambang kesucian. Maka anak-anak yang mengenakan pakaian putih diharapkan mengalami kehidupan yang suci. Kesucian hidup terjadi berkat kesatuan mereka dengan Yesus Kristus, yang mereka alami dengan menerima ‘komuni’ untuk pertama kalinya. Semoga kesucian hidup itu tetap terjaga dan terpelihara untuk kehidupan mereka selanjutnya.
Menjaga dan memelihara kesucian hidup tentu tidak sama dengan menjaga dan memelihara seekor burung di dalam sangkar. Kesucian hidup bukanlah suatu realitas yang sudah jadi, yang memerlukan pemeliharaan dan penjagaan. Kesucian hidup merupakan suatu proses yang perlu diperjuangkan terus menerus sepanjang hidup. Penjagaan dan pemeliharaan itu bisa dilakukan dengan cara mengarahkan berbagai macam ‘keinginan’ untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh Tuhan.
Kenyataan sering menunjukkan bahwa banyak orang lebih mudah hidup dengan menuruti keinginan dan kesenangan sendiri atau mengumbar nafsu-nafsu manusiawi dan duniawi. Rencana dan kehendak Tuhan seringkali kabur dan tidak jelas; bahkan tidak dipedulikan dan dikalahkan oleh keinginan manusiawi. Kehidupan yang suci bisa terwujud, sejauh orang mau menjaga hati nurani, akal budi dan perasaannya, agar tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang jahat dan tidak benar. Bagaimanapun juga, kesucian hidup merupakan salah satu hal yang bisa membuat seseorang hidup bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar